Kemajukan Masyarakat Indonesia

Kasus kemajemukan masyarakat Indonesia dilihat dari pendekatan konflik

Coba kita perhatikan keadaan masyarakat Indonesia, bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke ini terdiri dari bermacam- macam suku bangsa, budaya, adat istiadat, ras, dan juga agama. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi, rukun akan menciptakan integrasi sosial. jika tidak, terjadilah konflik sosial. Pengaruh timbulnya konflik sosial adalah munculnya sikap rasa suka yang terlalu berlebihan. Kali ini saya akan membahas tentang kemajemuakan budaya di wilayah Lampung.

Pluralitas Budaya di Lampung

Sejak kolonialisme Belanda mengirim orang dari luar Lampung, lingkungan sosial masyarakat Lampung berada dalam dinamika pluralisme. Selanjutnya tak henti-henti pula arus perpindahan secara besar-besaran dari berbagai daerah di Indonesia ke Provinsi Lampung. Hampir tak terbatas waktu provinsi Lampung menerima warga baru, baik yang berawal sebagai tamu berangsur menetap, maupun yang secara sengaja berpindah untuk mencari penghidupan baru. Arus deras perpindahan penduduk etnis dan budaya dari luar Lampung ke dalam lingkungan kehidupan masyarakat Lampung ini merupakan pengaruh pencitraan Belanda bahwa pribumi masyarakat Lampung adalah etnis yang ramah dan terbuka. Tujuan dicitrakannya orang Lampung sebagai etnis terbuka menerima kehadiran pendatang ini adalah agar kehadiran orang asing tidak menimbulkan resistensi, baik terkait dengan perbedaan etnis, agama, ras dan budaya maupun terkait dengan hak ulayat atas tanah adat yang menjadi lokasi garapan.

Pada sisi lain masyarakat Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Pada masa pasca kemerdekaan, citra sebagai masyarakat adat yang menerima kehadiran orang lain itu cenderung diterima secara terbuka, sehingga kemudian mengkristal di dalam konsep Sang Bumi Ruwa Jurai. Harapannya adalah agar kehidupan sosial masyarakat Lampung yang terdiri penduduk asli dan pendatang ini menjadi sebuah lingkungan sosial dengan komunitas yang hidup rukun, berdampingan dan bekerjasama. Perbedaan yang ada dapat dijadikan kekuatan baru dalam membangun kehidupan yang harmonis. Setiap komunitas menjaga sikap toleransi, meningkatkan dan bersatu dalam rasa persaudaraan. Pemahaman Sang Bumi Ruwa Jurai sendiri sebenarnya merupakan simbol kesatuan hidup dua akar budaya yang berbeda dari masyarakat Lampung Asli, yaitu Masyarakat adat Lampung Sai Batin dan Pepadun. Dengan hadirnya etnis dan budaya luar, diharapkan dapat berdampingan atau bergabung terhadap kedua jurai budaya pribumi yang telah ada, sehingga dapat terhindar dari konflik.


Pada masa Orde Baru, kesadaran plural tersebut diredam dengan kemasan kesatuan dan persatuan yang prinsipnya monokulturalisme, sehingga wawasan multikulturalisme, khususnya masyarakat Lampung berkembang relatif lambat. Seringkali timbul pemahaman bahwa multikultur justru dapat mempertegas batas identitas antar individu, bahkan multi kultur dapat memperuncing masalah asli atau tidak asli.


Referensi 

http://abdulsyani.blogspot.co.id/2013/11/pluralitas-budaya-di-lampung-konflik.html



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adobe Premier Pro CC - Menggabungkan beberapa gambar dengan video dalam satu layar

Membuat Video Project mengunakan Corel VideoStudio X8

Penerapan Komputasi Modern di Bidang Geografi pada website Badan Meteorologi, Klimateologi, dan Geofisika (BMKG)